8BmEg4v8P7uY0xxaFhXUJ46gPclAwvFkbC47Z6LN
Bookmark

Islam and Religious Pluralism

Judul Buku      : Islam dan Pluralisme Agama, judul asli Islam and Religious Pluralism

Pengarang       : Muhammad Legenhausen

Penerjemah     : Arif Mulyadi dan Ana Farida

Penerbit           : Shadra Press, Jakarta

Cetakan           : pertama, 2010

Halaman          : ix + 225 halaman

Penulis             : Hasbi Arijal, M.Ag.

 

Ditengah derasnya arus globalisasi yang dipicu oleh ledakan revolusi teknologi informasi, peran dan fungsi agama mulai ditantang. Tantangan yang seringkali dibebankan kepada agama adalah dalam menyelesaikan konflik dan perilaku kekerasan, sebab agama sering dikaitkan dengan terjadinya pelbagai ketegangan dan  kerusuhan. Ini sebenarnya tidak fair, sebab faktor-faktor  dominan yang terjadi di lapangan seperti kesenjangan ekonomi dan sosial, penindasan, ketidakadilan dan lain malah dikesampingkan. Globalisasi pun merambah pada ranah teologi. Agama tidak bisa menjadi sempit dan eksklusif, karena semuanya harus bisa menerima dan mengakui perbedaan-perbedaan masing-masing.

Buku ini merupakan satu karya yang ditulis oleh Dr. Muhammad Legenhausen, Islam and Religious Pluralisme, yang telah diterjemahkan oleh Arif Mulyadi dan Ana Farida menjadi Pluralitas dan Pluralisme Agama. Penulis buku ini pertama-tama membahas pluralisme dari sisi historisnya, Legenhausen mendapati bahwa ide pluralisme agama pada awalnya sebuah ide yang digagas sebagai respon teologis atas perkembangan yang sedang berlaku di masyarakat Barat ketika itu. Konflik agama tercetus dimana-mana sehingga menimbulkan ribuan korban. Atas nama agama masing-masing pihak menghabisi pihak yang berseberangan dengannya. Dalam kondisi seperti inilah kemudian lahir gerakan liberalisme. Gerakan liberalisme ini pada awalnya bersifat politis, karena tujuannya hanya untuk membatasi intervensi gereja dalam administrasi pemerintahan. Akan tetapi pada awal abad 19 gerakan liberalisme ini mulai menular ke barisan Kristen Protestan dan pada akhirnya telah melahirkan gerakan apa yang disebut Protestan Liberalisme.

Dari Bab kedua buku ini selanjutnya mendiskusikan pikiran pluralisme agama John Hick, tokoh yang sangat berpengaruh dalam pengembangan gagasan ini. Ada lima tipe pluralisme yang dikembangkan Hick; Normative religious pluralism, Soteriological religious Pluralism, epistemological religious pluralism, Alethic religious pluralism, dan deontic religious pluralism. Kelima-lima bentuk pluralisme ini pada dasarnya mengajarkan bahwa jalan untuk keselamatan itu bukan satu tapi bervariasi. Ia dapat diperoleh dari agama lain selain Kristen, karena agama lain tersebut juga mengandungi kebenaran. Ide Hick ini telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan teolog Kristen. Pada bagian kedua buku ini, penulis mempertanyakan beberapa argumen yang selama ini diusung oleh tokoh filsafat perennialis seperti Frithjof Schuon, Rene Guénon, dan Syed Hussein Nasr. Sebagaimana Hick, ketiga-tiga tokoh ini juga berpendapat bahwa seluruh agama sesungguhnya sama-sama benar dan absah, dan dapat digunakan sebagai jalan untuk mencapai kebenaran. Perbedaan yang terjadi antar agama di dunia ini hanya perbedaan dalam pengungkapan kesatuan transendental tadi. Untuk memperkuat ide ini, pengasas dan pengusung ide ini tidak segan silu untuk mengutip statemen-statemen tokoh sufi Muslim terkenal seperti Ibn ‘Arabi dan Jalaluddin Rumi. Di antara statemen RËmi yang selalu dikutip dalam konteks ini adalah; “Lentera mungkin berbeda, tapi cahayanya tetap satu”.

Disinilah mungkin perlunya kita untuk mempertimbangkan Kajian Legenhausen ini dapat dikatakan komprehensif dan cukup kritikal. Ia komprehensif karena kajiannya meliputi kajian historis atas perkembangan ide tersebut dan turut mengkaji pemikir besar yang berada di belakang konsep ini, seperti John Hick, Frithjof Schuon, Rene Guénon, dan Syed Hussein Nasr, tiga yang terakhir adalah penggagas konsep Trancendent Unity of Religion.  Keresahan atas ide pluralisme agama ala John Hick dan transenden-nya Frithjof Schuon, Syed Hussein Nasr telah ditunjukkan oleh pemikir dan sarjana Muslim kita hari ini, meskipun masih belum memadai. Kajian serius atas pemikiran kedua tokoh ini dilakukan oleh Adnan Aslan dalam disertasi doktornya yang kemudian diangkat menjadi buku berjudul Religious Pluralism in Christian and Islamic Philosophy: The Thought of John Hick and Seyyed Hossein Nasr. Meskipun penulis ini sudah berusaha melihat secara kritis atas pandangan kedua tokoh ini, akan tetapi masih terlihat kurang tajam dan dalam. Oleh sebab itu kajian serupa masih perlu dilakukan.

Dan disertasi doktor Dr. Anis Malik Taha yang sudah diringkas serta diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Tren Pluralisme Agama, mungkin dianggap sebagai jawaban atas panggilan ini. Dalam disertasi itu Dr. Anis sampai pada kesimpulan bahwa pada dasarnya ide pluralisme agama akan menimbulkan tiga implikasi pokok dalam agama; pertama, penghapusan agama itu sendiri, pluralisme skeptik, dan yang terakhir adalah ancaman atas Hak Asasi Manusia. Berdasarkan kajian-kajian kritis seperti diatas, mungkin sudah sewajarnya para intelektual Muslim tanah air untuk kembali mengkaji keabsahan ide pluralisme yang sedang mereka kembangkan di tanah air. Sikap kritis dalam hal ini sangat diperlukan sehingga dengan demikian tidak begitu saja menerima ide dan konsep yang hakikatnya hanya akan menghancurkan syari’ah dan aqidah Islam. Wallahu ‘alam bishowab

 

 

Posting Komentar

Posting Komentar