8BmEg4v8P7uY0xxaFhXUJ46gPclAwvFkbC47Z6LN
Bookmark

Tekstualitas Al-Qur’an Kritik Terhadap Ulumul Qur’an

Buku               : Tekstualitas Al-Qur’an Kritik Terhadap Ulumul Qur’an, Judul asli “Mafhumu                               an-Nash Dirasah fi Ulum Al-Qur’an”

Penulis             : Nasr Hamid Abu Zaid

Penerjemah      : Khoiron Nahdliyyin

Penerbit           : LKiS, Yogyakarta

Cetakan           : Ketiga, 2003

Tebal               : xxii + 398 halaman

Penulis            : Hasbi Arijal, M.Ag.

 

Al-Qur’an sebagai sebuah kitab suci dan pedoman hidup kaum Muslimin tidak pernah kering dari penafsiran para ulama, maka tak heran apabila tafsir merupakan ilmu mapan dikalangan ummat Islam dalam mengkaji al-Qur’an. Di era globalisasi, dimana ideologi Barat banyak menghegemoni, pandangan diatas seakan perlahan mulai ditinggalkan. Salah satu ideologi yang “dipaksa” masuk untuk mengkaji al-Qur’an adalah filsafat hermeneutika. Melalui pendekatan ini, nantinya teks dalam al-Qur’an memiliki posisi yang setara dengan teks-teks lainnya. Karena seorang penafsir bebas dan dianggap lebih mengerti ketimbang penulis terhadap teks-teks dihadapannya.

Pada dasarnya apa yang diungkapkan oleh penulis dalam buku ini bukanlah hal baru kecuali membahasakan kesadaran yang pernah ada dengan kacamata kontemporer. Hal ini dapat dilihat dari bab-bab pembahasan dalam bukunya yang berjudul mafhum an-Nash dirosah fi ulum al-Qur’an yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi tekstualitas al-Qur’an. Penulis menginginkan agar para pengkaji teks (al-Qur’an) tidak terjebak pada aspek teologis-mistis, akan tetapi harus berkutat pada aspek ilmiah-rasional nya al-Qur’an. Maka teks-teks yang selama ini sudah dinggap mapan itu harus disesuaikan kembali dengan keadaan masyarakat saat ini, agar teks tersebut tidak hanya sebaga teks melainkan hidup bersama konteksnya.

Buku ini terdiri dari tiga bagian pokok, setelahnya setiap bagian dibagi kembali menjadi beberapa sub-bab pembahasan. Kesemuanya berhubungan dengan tema-tema dalam ulum al-Qur’an pada umumnya, akan tetapi yang berbeda adalah pendekatan yang digunakan lebih bersandar pada ilmu-ilmu kontemporer.

Ada beberapa persolan yang terjadi didalam buku ini, diantaranya adalah timbul anggapan bahwa penafsir dan teks terikat dengan tradisi yang melatarbelakangi teks, maka setiap penafsir harusnya menyesuaikan teks dengan konteks. Dari sini, apa yang menjadi hukum didaerah tertentu bisa tidak sama dengan daerah lainnya, jika keduanya mempunyai perbedaan kondisi-situasi (konteks). Selanjutnya, sejarahlah yang mempunyai otoritas atas makna teks, bukan pengarang itu sendiri.

Akhirnya, buku ini sekilas bagus untuk menjadi bacaan para akademisi. namun, pembacanya harus benar-benar mengerti, serta tidak taken for granted menelan bulat-bulat tanpa mencernanya terlebih dahulu, sebab buku ini syarat akan ideologi Barat yang bebas, dan mempertanyakan wahyu. Didalamnya hanya terdapat pertanyaan-pertanyaan yang membuat pembaca sendiri ragu akan keaslian teks-teks kewahyuan al-Qur’an. Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Posting Komentar